Bab 1 Kitab Tauhid (bag. 1)
Penulis : Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan dan Team Ahli Tauhid
Sumber : www.alquran-sunnah.com
-
(Pendahuluan)
Bila kita hendak menanam jagung, maka kita harus membersih-kan terlebih dahulu rumput-rumput, ilalang dan bebatuan di lahan yang akan kita tanami, itulah penafian (peniadaan). Lalu kita tanam bibit jagung, itulah itsbat (penetapan). Insya Allah dengan demikian akan menghasilkan panen yang baik. Demikian tamsil kehidupan untuk memudahkan pemahaman kita tentang perlunya memberantas segala bentuk kemusyrikan, khurafat, bid'ah dan sejenisnya lalu menetapkan tauhid yang murni. Insya Allah dengan demikian akan membentuk mukmin yang teguh imannya.
Buku ini di hadapan pembaca, adalah di antara buku terbaik dalam pembahasan tauhid menurut paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah untuk kalangan masyarakat umum. Ia sarat dengan pembahasan tauhid yang sangat perlu diketahui oleh umat Islam. Pembahasannya padat, sistematis/manhaji dan menyeluruh. Buku ini adalah jilid pertama dari tiga jilid buku yang disusun. Insya Allah dengan memahami buku ini, wawasan tauhid kita akan menjadi luas dan lurus.
Maka, buku ini sangat baik untuk materi pengajaran tauhid di pesantren-pesantren, sekolah-sekolah, masjid-masjid, majelis-majelis ta'lim, halaqah-halaqah ilmu, atau untuk bacaan pribadi. Karena itu tidak mengherankan jika edisi bahasa Arab buku ini menjadi materi terpilih dalam Daurah nasional tentang materi dan metodologi pengajaran tauhid pada tanggal 7-12 Rabi'ul Awal 1419 H/1-15 Juli 1998 M di salah satu Pondok Pesantren di Bogor.
Edisi berbahasa Arab buku ini juga telah dijadikan kurikulum tauhid di puluhan pesantren di Indonesia. Dan terjemahannya yang kini ada di tangan pembaca telah ditetapkan sebagai kurikulum kajian Islam jarak jauh oleh Yayasan al-Sofwa Jakarta yang pesertanya dari seluruh pelosok tanah air. Dan tentu, ia juga akan menjadi referensi penting bidang akidah dan koleksi kepustakaan Anda.
#
(Pembahasan)
√1. Makna Iman
Definisi Iman
Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah: membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.
Ini adalah pendapat jumhur. Dan Imam Syafi’i meriwayatkan ijma' para sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka yang sezaman dengan beliau atas pengertian tersebut.
Penjelasan Definisi Iman
“Membenarkan dengan hati” maksudnya menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam.
“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua kalimah syahadat, syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
“Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya. Kaum salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman itu bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal shalih.
Dalil-dalil Kaum Salaf
1. Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan tiada kami jadikan penjaga Neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (menyatakan), Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” (Al-Muddatstsir : 31)
2. Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal : 2-4)
3. Sabda Rasulullah yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: “Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallahu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, 1/63)
4. Sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, riwayat Abu Sa’id Al-Khudry, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, 1/69)
Bagaimana Dalil-dalil Tersebut Menunjukkan bahwa Iman Dapat Bertambah dan Berkurang
Dalil Pertama: Di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman orang-orang mukmin, yaitu dengan persaksian mereka akan kebenaran nabinya berupa terbuktinya kabar beritanya sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab samawi sebelumnya.
Dalil kedua: Di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman dengan mendengarkan ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang disifati oleh Allah, yaitu mereka yang jika disebut nama Allah tergeraklah rasa takut mereka sehingga mengharuskan mereka menjalankan perintah dan menjauhi larangannya.
Mereka itulah orang-orang yang bertawakkal kepada Allah. Mereka tidak mengharapkan selainNya, tidak menuju kecuali kepadaNya dan tidak mengadukan hajatnya kecuali kepada-Nya. Mereka itu orang-orang yang memiliki sifat selalu melaksanakan amal ibadah yang di syariatkan seperti shalat dan zakat. Mereka adalah orang-orang yang benar-benar beriman, dengan tercapainya hal-hal tersebut baik dalam i’tiqad maupun amal perbuatan.
Dalil ketiga: Hadits ini menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari cabang-cabang yang bermacam-macam, dan setiap cabang adalah bagian dari iman yang keutamaannya berbeda-beda, yang paling tinggi dan paling utama adalah ucapan “la ilaha illallah” kemudian cabang-cabang sesudahnya secara berurutan dalam nilai dan fadhilah-nya sampai pada cabang yang terakhir yaitu menyingkirkan rintangan dan gangguan dari tengah jalan.
Adapun cabang-cabang antara keduanya adalah shalat, zakat, puasa, haji dan amalan-amalan hati seperti malu, tawakkal, khasyyah (takut kepada Allah) dan sebagainya, yang kesemuanya itu dinamakan iman. Di antara cabang-cabang ini ada yang bisa membuat lenyapnya iman manakala ia ditinggalkan, menurut ijma’ ulama; seperti dua kalimat syahadat. Ada pula yang tidak sampai menghilangkan iman me-nurut ijma’ ulama manakala ia ditinggalkan; seperti menyingkirkan rintangan dan gangguan dari jalan.
Sejalan dengan pengamalan cabang-cabang iman itu, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka iman bisa bertambah dan bisa berkurang.
Dalil keempat: Hadits Muslim ini menuturkan tingkatan-tingkatan nahi munkar dan keberadaannya sebagai bagian dari iman. Ia menafikan (meniadakan) iman dari seseorang yang tidak mau melakukan tingkatan terendah dari tingkatan nahi munkar yaitu mengubah kemungkaran dengan hati. Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat hadits: “Dan tidak ada sesudahnya sebiji sawi pun dari iman.” (HR. Muslim, Kitab Al-Iman, Bab Bayanu Kurhin Nahyi Anil Mungkar).
Berdasarkan hal ini maka tingkatan di atasnya adalah lebih kuat keimanannya.
Wallahu a’lam!
√2. Hakikat Iman
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal : 2-4)
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang mulia.” (Al-Anfal : 74)
Dalam ayat yang pertama Allah menyebutkan orang-orang yang lembut hatinya dan takut kepada Allah ketika nama-Nya disebut, keyakinan mereka bertambah dengan mendengar ayat-ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan kepada selain-Nya, tidak menyerahkan hati mereka kecuali kepada-Nya, tidak pula meminta hajat kecuali kepada-Nya.
Mereka mengetahui, Dialah semata yang mengatur kerajaan-Nya tanpa ada sekutu. Mereka menjaga pelaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat, rukun dan sunnahnya. Mereka adalah orang mukmin yang benar-benar beriman. Allah menjanjikan mereka derajat yang tinggi di sisi-Nya, sebagaimana mereka juga memperoleh pahala dan ampunan-Nya.
Kemudian dalam ayat yang kedua Allah menyifati para sahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, baik Muhajirin maupun Anshar dengan iman yang sebenar-benarnya, karena iman mereka yang kokoh dan amal perbuatan mereka yang menjadi buah dari iman tersebut.
Telah kita ketahui bersama lafazh iman, baik secara bahasa maupun menurut istilah. Sebagaimana kita juga mengetahui bahwa madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah memasukkan amal ke dalam makna iman, dan bahwa iman itu bisa bertambah, juga bisa berkurang.
Bertambah karena bertambahnya amal shalih dan keyakinan dan berkurang karena berkurangnya hal tersebut. Kemudian kita juga mengetahui sebagian besar dalil-dalilnya. Berikut ini kita akan menambah keterangan tentang makna Islam dan iman.
Islam Dan Iman
Di dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam membedakan makna Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits Jibril, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwa ia berkata,
“Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pada suatu hari keluar berkumpul dengan para sahabat, tiba-tiba datanglah Jibril dan bertanya, “Apakah iman itu?” Beliau menjawab, “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan engkau beriman dengan hari Kebangkitan.” Dia bertanya lagi, “Apakah Islam itu?” Beliau menjawab, “Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik kepada-Nya, engkau mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah.” Dia bertanya lagi, “Apakah ihsan itu?” Beliau menjawab, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya maka sesungguh-nya Ia melihatmu.” Dia bertanya lagi, “Lalu kapankah Kiamat tiba?” Beliau menjawab, “Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih mengetahui daripada si penanya. Tetapi saya beritahukan kepadamu beberapa tandanya, yaitu jika wanita budak melahirkan tuannya, jika para penggembala unta hitam telah berlomba-lomba meninggikan bangunan. (Ilmu tentang) hari Kiamat termasuk dalam lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.” Kemudian dia pergi, lalu nabi bersabda, “Kembalikan dia!” Tetapi orang-orang tidak melihat sesuatu. Beliau kemudian bersabda, “Dia adalah Jibril, datang kemari untuk mengajari manusia tentang agama-Nya.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Su’alu Jibril An-Nabi wa anil Iman wal Islam wal Ihsan, no. 50).
Islam
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), Salama-tunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik.
Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang nyata. Hukum Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.
Ini semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah peng-hambaannya. Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu penyerahan hati, yakni ridha dan taat, dan tidak menggang-gu orang lain, baik dengan lisan atau tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah.
Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang mengganggu orang lain serta memerintahkan agar mendermakan dan menolong serta men-cintai perkara-perkara yang baik. Ketaatan seseorang dengan berbagai hal tersebut juga hal lainnya adalah termasuk sifat terpuji, yakni jenis kepatuhan dan ketaatan, dan ia merupakan gambaran yang nyata ten-tang Islam.
Hal-hal tersebut mustahil dapat terwujud tanpa pembenaran hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut sebagai Islam.
Iman
Kita telah mengetahui jawaban Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dalam hadits Jibril . Beliau juga menyebut hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman yang merupakan pembenaran batin.
Tidak ada sesuatu yang mengkhususkan iman untuk hal-hal yang bersifat batin belaka. Justru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahwa amal-amal lahiriah juga disebut iman. Sebagiannya adalah apa yang telah disebut Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam sebagai Islam.
Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran Islam yang ada dalam hadits Jibril. Sebagaimana yang ada dalam hadits syu’abul iman (cabang-cabang iman). Rasululah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Yang paling tinggi adalah ucapan, ‘La ilaha illallah’ dan yang paling rendah meyingkirkan gangguan dari jalan.”
Padahal apa yang terdapat di antara keduanya adalah amalan lahiriah dan batiniah. Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati, sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar’i tentang pentingnya iman dalam hati.
Jadi syiar-syiar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriah yang disertai dengan iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna Islam mencakup pembenaran hati dan amalan perbuatan, dan itulah istislam (penyerahan diri) kepada Allah.
Berdasarkan ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan iman apabila bertemu dalam satu tempat maka Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriah, sedangkan iman ditafsirkan dengan keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah itu di-pisahkan atau disebut sendiri-sendiri, maka yang ditafsiri dengan yang lain.
Artinya Islam itu ditafsiri dengan keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman juga ditafsiri demikian. Keduanya adalah wajib, ridha Allah tidak dapat diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kepatuhan lahiriah disertai dengan keyakinan batiniah. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya.
Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan Islamnya yang telah diwajibkan atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan sampainya pada puncak yang dituju, karena adanya bermacam-macam tingkatan sesuai dengan tingginya kuantitas dan kualitas amal serta keimanan.
Wallahu a’lam!
√3. Rukun Iman dan Cabang-cabangnya
Rukun-rukun Iman
Yang dimaksud rukun iman adalah sesuatu yang menjadi sendi tegaknya iman.
Rukun iman ada enam:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada para malaikat
3. Iman kepada kitab-kitab samawiyah
4. Iman kepada para rasul
5. Iman kepada hari Akhir
6. Iman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.
Dalilnya adalah jawaban Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam ketika Jibril bertanya padanya tentang iman:
“Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari akhir Akhir dan engkau beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.” (HR. Al-Bukhari, I/19,20 dan Muslim , I/37)
Cabang-cabang Iman
Cabang-cabang iman bermacam-macam, jumlahnya banyak, lebih dari 72 cabang. Dalam hadits lain disebutkan bahwa cabang-cabangnya lebih dari 70 buah.
Dalil cabang-cabang iman adalah hadits Muslim dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:
“Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling utama adalah ucapan “la ilaha illallahu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, I/63)
Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa cabang yang paling utama adalah tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana tidak satu pun cabang iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid tersebut. Adapun cabang iman yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya dengan menyingkirkan duri atau batu dari jalan mereka.
Lalu, di antara ke dua cabang tersebut terdapat cabang-cabang lain seperti cinta kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, cinta kepada saudara muslim seperti mencintai diri sendiri, jihad dan sebagainya. Beliau tidak menjelaskan cabang-cabang iman secara keseluruhan, maka para ulama berijtihad menetapkannya.
Al-Hulaimi, pengarang kitab “Al-Minhaj” menghitungnya ada 77 cabang, sedangkan Al-Hafizh Abu Hatim Ibnu Hibban menghitungnya ada 79 cabang iman. Sebagian dari cabang-cabang iman itu ada yang berupa rukun dan ushul, yang dapat menghilangkan iman manakala ia ditinggalkan, seperti mengingkari adanya hari Akhir; dan sebagiannya lagi ada yang bersifat furu’, yang apabila meninggalkannya tidak membuat hilangnya iman, sekalipun tetap menurunkan kadar iman dan membuat fasik, seperti tidak memuliakan tetangga.
Terkadang pada diri seseorang terdapat cabang-cabang iman dan juga cabang-cabang nifak (kemunafikan). Maka dengan cabang-cabang nifak itu ia berhak mendapatkan siksa, tetapi tidak kekal di Neraka, karena di hatinya masih terdapat cabang-cabang iman. Siapa yang seperti ini kondisinya maka ia tidak bisa disebut sebagai mukmin yang mutlak, yang terkait dengan janji-janji tentang Surga, rahmat di Akhirat dan selamat dari siksa. Sementara orang-orang mukmin yang mutlak juga berbeda-beda dalam tingkatannya.
Wallahu a’lam!
-
Ikuti terus Share Sunnah - Bengkalis Mengaji, Insyaallah bermanfaat.
Link :
※ FBfanpage : https://m.facebook.com/KajianSunnahIslamIlmiah/
※ YouTube : https://m.youtube.com/channel/UCSJKgC6sim0fuuVYE3iw8HA
Jazzakumullahu Khairan.