Makna yang Benar dari Kalimat Tauhid

Yang dimaksud dengan “tauhid” adalah umum mencakup tiga macam tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam rububiahNya, uluhiyahNya, dan asma’ wa sifaatNya. Adapun “Syahadat Laa ilaah illallahu” maka lebih kepada makna tauhid al-uluhiyah.

Kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (laa ilaaha illallahu) secara umum maknanya adalah tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah semata. Kalimat ini terdiri atas 4 kata :

Pertama : لاَ (tidak ada), merupakan an-Nafiyah li al-jins, yang fungsinya adalah menafikan (meniadakan) seluruh jenis ilah (tuhan yang disembah)

Kedua :  إِلَهَ (sesembahan). Lafal ilaah dalam bahasa arab artinya مَعْبُوْدُ ma’buud (yang disembah), karena إِلَهَ dalam timbangan فِعَال yang artinya مَفْعُوْل, jadi إِلَهَ maknanya adalah مَأْلُوْه, seperti كِتَابٌ yang maknanya مَكْتُوْبٌ.

Karenanya dalam qiroah ibnu Abbas : وَيَذَرَكَ وَإِلَاهَتَكَ (Dia meninggalkanmu dan penyembahan terhadapmu –wahai Fir’aun-), Ibnu ‘Abbas berkata  وَإِلَاهَتَكَ maknanya adalah  عِبَادَتَك“Peribadatan kepadamu”, beliau juga berkata  إِنَّمَا كَانَ فِرْعَوْنُ يُعْبَدُ وَلَا يَعْبُدُ“Fir’aun itu disembah dan ia tidak menyembah” (Tafsir At-Thobari 1/122).

Ibnu Jarir At-Thobari (wafat tahun 310 H) berkata :

“Adapun tafsir firman Allah «اللَّهِ» maka sesuai dengan maknaya yang diriwayatkan kepada kami dari Abdullah bin Abbas الَّذِي يَأْلَهُهُ كُلُّ شَيْءٍ، وَيَعْبُدُهُ كُلُّ خَلْقٍ “Yang dituhankan oleh segala sesuatu dan dibadahi oleh seluruh makhluk”….Ibnu Abbas berkata :

«اللَّهُ ذُو الْأُلُوهِيَّةِ وَالْمَعْبُودِيَّةِ عَلَى خَلْقِهِ أَجْمَعِينَ»

“Allah adalah pemilik pertuhanan dan peribadatan atas seluruh makhlukNya”…

Kalau ada yang bertanya apakah yang menunjukkan bahwa الْأُلُوهِيَّةَ adalah الْعِبَادَةُ dan bahwasanya الْإِلَهَ adalah الْمَعْبُودُ?. Jawabannya tidak ada khilaf dan pertentangan di kalangan Arab tentang benarnya seorang yang mensifati “seseorang yang sedang beribadah dan memohon kepada Allah” dengan perkataannya تَأَلَّهَ فُلَانٌ بِالصِّحَّةِ “Si fulan beribadah kepada Allah dan memohon kesehatan kepada Allah” (Tafsir At-Thobari 1/121-122 dengan sedikit ringkasan)

Ketiga : إِلاَّ adalah huruf al-istitsnaa’ (pengecualian)

Keempat : اللهُ nama Allah Azza wa Jalla, dan maknanya adalah “Yang disembah” sebagaimana penjelasan Ibnu Jarir At-Thobari.

Para ulama mentaqdirkan khobar laa an-nafiyah li al-jins dalam kalimat ini dengan بِحَقٍّ (yang hak/benar), sehingga makna لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ adalah  لاَ إِلَهَ بِحَقٍّ إِلاَّ اللهُ (Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah).

Dari sini jelaslah kesalahan para ulama Asya’iroh tatkala menafsirkan لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله dengan لاَ قَادِرَ عَلَى الاِخْتِرَاعِ إِلاَّ اللهُ (Tidak ada yang mampu untuk menciptakan kecuali Allah), sehingga menurut mereka إِلَهَ  maknanya adalah آلِهُ karena فِعَالٌ terkadang maknanya مَفْعُوْلٌ dan terkadang maknanya فَاعِلٌ, sehingga mereka menafsirkan kalimat laa ilaah illallahu dengan rububiyah Allah dan bukan uluhiyahNya.

Al-Baghdadi berkata :

واختَلَفَ أَصْحَابُنَا فِي مَعْنَى الإِلَهِ: فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ إِنَّهُ مُشْتَقٌّ مِنَ الإِلهِيَّةِ، وَهِيَ: قُدْرَتُهُ عَلَى اخْتِرَاع ِالأَعْيَانِ، وَهُوَ اخْتِيَارُ أَبِي الْحَسَنِ الأَشْعَرْيِ

“Dan para ulama kami berselisih tentang makna al-ilaah. Diantara mereka yang menyatakan bahwa al-ilaah adalah musytaq diambil dari al-Ilahiyah, yaitu “KekuasaanNya untuk menciptakan benda-benda” dan ini adalah pendapat Abul Hasan Al-Asy’ari” (Ushuul Ad-Diin hal 123)

Ar-Raazi tatkala menyebutkan pendapat-pendapat tentang makna asal makna kata “Allah” ia berkata :

القَوْلُ السَّابِعُ: الإِلَهُ مَنْ لَهُ الإِلَهِيَّةُ، وَهِيَ الْقُدْرَةُ عَلَى الاِخْتِرَاعِ

“Pendapat ketujuh : Al-Ilaah adalah yang memiliki al-Ilahiyah yaitu kemampuan untuk mencipta” (Syarh Al-Asmaa’ Al-Husnaa hal 124)

Dari sini jelas bahwa mereka hanya menafsirkan kalimat at-tauhid dengan tauhid ar-rububiyah, sehingga hal ini tanpa disadari membuka pintu-pintu kesyirikan pada tauhid al-uluhiyah. Sehingga masyarakat menyangka yang namanya kesyirikan adalah jika hanya meyakini ada pencipta selain Allah, adapun jika menyerahkan sebagian bentuk peribadatan kepada selain Allah seperti menyembelih kepada selain Allah, atau berdoa dan beristigotsah kepada selain Allah maka itu semua bukanlah kesyirikan. Dan inilah yang tersebar di masyarakat.

***

Baca selengkapnya disini, klik https://firanda.com/2190-penjelasan-kitab-tauhid-bab-6-makna-tauhid-dan-syahadat-la-ilaha-illallah.html

-

Ikuti terus Share Sunnah - Bengkalis Mengaji, Insyaallah bermanfaat.

Link :

※ FBfanpage : https://m.facebook.com/KajianSunnahIslamIlmiah/

※ YouTube : https://m.youtube.com/channel/UCSJKgC6sim0fuuVYE3iw8HA

Jazzakumullahu Khairan.

Postingan Populer